Senin, 24 November 2008

Arogansi Gerakan Kristenisasi Berwajah Islam

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (Qs. al-Baqarah 120).

Tak ada lagi ruang kosong yang tidak dimanfaatkan oleh kaum kuffar untuk melumatkan akidah umat Islam. Segala cara ditempuh untuk menyukseskan program pemurtadan. Bahkan segala cara dihalalkan asal tujuan “Misi Amanat Agung” menjadikan umat Islam sebagai domba-domba Yesus berhasil dengan sukses.

Untuk itu, kalangan missionaris Kristen semakin gencar melancarkan Gerakan Pemurtadan terhadap umat Islam dengan menggunakan ‘Strategi Kontekstualisasi’, yaitu melalui pendekatan Al-Qur’an dan Hadits. Ayat-ayat suci umat Islam itu dipotong-potong, dirakit dan ditafsirkan sedemikian rupa sesuai dengan kemauan missi untuk melunturkan akidah umat. Sasaran bidiknya jelas, kaum awam yang wawasan Islamnya masih minim dan akidahnya tipis.
Tujuan akhirnya, agar kaum muslimin yang menjadi target misi itu pindah agama (murtad) beralih menjadi Kristen. Gerakan pemurtadan berwajah Islam ini sangat berbahaya terhadap kerukunan hidup antarumat beragama dan ketertiban kehidupan masyarakat secara luas di nusantara. Terlebih lagi, karena peredaran tulisan berupa brosur, majalah dan buku-buku yang berkedok Islam yang memutarbalikan ajaran Islam tidak ada tindak penanganan dari aparat yang berwenang.
Sampai saat ini, puluhan penginjil dan pendeta yang aktif di alam “Pemurtadan Berkedok Islam” itu bebas berkeliaran melakukan prakteknya, tak terjamah oleh tangan aparat penegak hukum. Padahal gerakan tersebut jelas-jelas melanggar SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 01/1979.
Berikut ini adalah deretan daftar aktivis Gerakan Pemurtadan berkedok Islam yang berbahaya:

1. Pendeta Josias L. Lengkong: Al-Qur’an sebagai alat misi Kristen

Pada tanggal 15 Agustus dan 19 September 1997 Yayasan Misi Pekabaran Injil (YMPI) Alkitabiah yang dipimpin oleh Pendeta Yusuf Roni mengadakan seminar di hotel Mandarin Jakarta dengan tema “Studi Paralelisasi Kristen dan Islam”. Tujuannya, untuk memberikan wawasan baru kepada umat Kristiani, supaya bisa menjalin dialog agama dengan umat Islam dalam rangka misi pekabaran Injil (penginjilan). Acara tersebut sangat menarik, sehingga disambut dengan antusias oleh jemaat Kristiani. Peserta yang seyogyanya dibatasi hanya untuk 200 orang peserta, ternyata jauh melebihi kapasitas yang direncanakan. Acara dimoderatori oleh Pendeta K.A.M. Yusuf Roni dengan menghadirkan dua orang pembicara, yaitu Bambang Noorsena, SH., dari Gereja Ortodoks Syiria dan Pendeta Josias L. Lengkong, Phd., rektor Institut Teologi Kalimatullah Jakarta.
Dalam makalahnya yang berjudul “Otentisitas Alkitab (Bibel) Berdasarkan Kesaksian Al-Qur’an”, Pendeta Josias L. Lengkong menyebutkan bahwa Al-Qur’an perlu dipelajari oleh umat Kristen, bukan untuk diyakini dan diimani, tetapi semata-mata sebagai senjata andalan dalam gerakan pekabaran Injil (baca: Gerakan Kristenisasi).
Makalah tersebut sepenuhnya berisi kutipan dan penyalahtafsiran puluhan ayat Al-Qur’an yang dianggap bisa dipakai sebagai alat untuk mendangkalkan akidah umat. Selanjutnya menyeret ke dalam iman Kristiani. Pengertian ayat-ayat Al-Qur’an yang dikutipnya, dibelokkan kepada satu kesimpulan mentah dan sepihak bahwa berdasarkan kesaksian Al-Qur’an, maka Alkitab (Bibel) milik umat Kristen saat ini adalah kitab suci otentik, asli dan bebas dari kerusakan. Maka Alkitab harus diimani dan dijadikan sebagai landasan hukum dalam segala hal oleh kaum muslimin.
Pada pendahuluan makalahnya, Pendeta Josias Lengkong menulis:
“Makalah ini disusun untuk menunjukkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyaksikan bahwa Alkitab Firman Allah yang diilhamkan Tuhan kepada hamba-hambaNya, agar supaya manusia dapat diajarkan tentang kehendak dan petunjuk-petunjuk ilahi. Kupasan akan mencakup persamaan antara kesaksian Al-Qur’an dan Alkitab; Konfirmasi Al-Qur’an terhadap Alkitab; perintah untuk menghakimi berdasarkan Alkitab; kewajiban untuk beriman kepada Alkitab; perintah untuk mengupas Al-Qur’an terhadap Alkitab; perlindungan Allah atas Alkitab; Alkitab bebas dari kerusakan; dan reputasi yang baik para pengarang Injil.
Tujuan utama menyelidiki referensi-referensi Al-Qur’an yang menyaksikan tentang Alkitab ialah: agar kita dapat mengenal serta mengerti dan memanfaatkan potensi ayat-ayat Al-Qur’an yang berguna bagi kepentingan membagikan berkat Injil kepada kaum Muslim yang kita cintai. Hal menyelidiki Al-Qur’an bukanlah untuk kepentingan pertumbuhan iman kita, tetapi semata-mata hanya untuk menolong kaum Muslim”.
Terakhir, dalam bagian penutup makalahnya, Pendeta Josias Lengkong menarik satu kesimpulan: “Kesaksian Al-Qur’an sangat berguna untuk dijadikan jembatan atau sarana misi pekabaran Injil Alkitabiah”.
Karena Al-Qur’an sangat berguna untuk dijadikan sebagai sarana misi pekabaran Injil (dan agama Kristen), maka di Institut Teologi Kalimatullah (ITK) Jakarta yang dipimpinnya, Pendeta Josias Lengkong berani menggulirkan gerakan pemurtadan terhadap umat Islam secara terang-terangan dan sistematis. Di sana, aktivitas pemurtadan dijadikan sebagai satu profesi yang disiapkan secara matang melalui program studi S1, S2 maupun Diploma 1.
Studi Islamologi dikaji secara serius dan intensif untuk menghantam akidah umat Islam melalui jalur Dialog Pemurtadan Agama kepada umat Islam. Karena dalam sejarah dan visi ITK jelas tertera: “Visi dari institusi ini adalah membagikan kasih Kristus kepada kaum Muslim serta dialog antarpemeluk Islam dan Kristen”.
Di bawah naungan Yayasan Misi Global Kalimatullah, ITK mengambil para dosen dari kalangan murtadin (antara lain: Pendeta Yusuf Roni) dan beberapa pendeta tersohor lain di Jakarta.
Dalam acara ritual kebaktian yang diadakan tiap bulan, tampak dalam foto para dosen dan mahasiswanya mengenakan pakaian seperti selayaknya umat Islam ketika shalat. Para wanitanya memakai jilbab dan yang pria memakai peci.

2. Pendeta K.A.M. Yusuf “Fujita” Roni: mempersiapkan pelopor gereja yang siap menghadapi dunia Islam
Pendeta Yusuf ‘Fujita’ Roni adalah murtadin yang memiliki segudang jabatan di berbagai aktifitas penginjilan, antara lain: direktur Yayasan Diaspora Ministry, rektor dan pemimpin Sekolah Tinggi Teologi Apostolos Jakarta, dosen di berbagai Sekolah Tinggi Teologi, pemimpin umum dan penanggung jawab Majalah PENSYIL (Pendidikan Syiar Injil), yang isinya tentang perbandingan agama Islam dan Kristen, dan lain-lain.
Di STT Apostolos yang dipimpinnya, Pendeta Yusuf ‘Fujita’ Roni mengembangkan ‘Theologia Religionum’, yaitu teologi untuk konteks agama-agama dengan titik berat pada dialog paralelisasi Islam dan Kristen. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan para pemimpin dan pelopor Gereja masa depan yang mampu berdialog teologis dengan dunia Islam. Dalam rangka mencetak para pemimpin Kristen dan Teolog independen yang mampu berkomunikasi dengan “dunia Islam” itu, maka kurikulum Apostolos dirancang sedemikian rupa dengan mata kuliah keahlian khusus (MKK) yaitu Studi Islamika 36 SKS. Mata kuliah yang diajarkan antara lain: Bahasa Arab, Pengantar Studi Al Qur’an, Pengantar Studi Hadits, Pengantar Studi Islam, Hukum Islam, Filsafat Islam, Dialog Paralelisme Al Qur’an dan Alkitab, dan masih banyak lagi.
Naifnya, program Islamika Kristiani itu ditangani langsung oleh beberapa oknum dosen IAIN Jakarta dengan pengawasan ketat dari Pendeta Jusuf Roni selaku rektor. Maka keterlibatan 9 dosen IAIN antara lain: Drs. Edi Kusnadiningrat, MA, Muhammad Faruki, M.Ag., Nurul Fajri, MA, MR, Nuryamin Aini, MA., Dr. Kautsar Noer, Ujang Tholib, MA., Kusmana, MA., Dr. Amsal Bachtiar dan Dr. Mulyadhi Kartanegara itu patut disesalkan. Apapun dalihnya, yang jelas mereka terjerumus dalam visi dan misi Apostolos, “mempersiapkan para pemimpin dan pelopor Gereja masa depan yang mampu berdialog teologis dengan dunia Islam”.
Dalam catatan buruk sejarah kehidupan beragama di Indonesia, tercatat bahwa pada tanggal 19 Juli 1979 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis hukuman 6 tahun penjara kepada Yusuf Roni karena terbukti melakukan tindak pidana subversi. Secara kronologis, kejahatan Yusuf Roni diabadikan oleh Ustadz Bey Arifin (alm.) dalam buku “Dialog Islam dan Kristen” sebagai berikut:
Pada tahun 1973 Yusuf Roni ceramah kesaksian di berbagai gereja di berbagai kota besar dari Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi sampai Sumatera, dan lain-lain. Kaset rekaman ceramah itu kemudian diedarkan secara luas sampai ke kalangan Islam.
Dalam ceramahnya Yusuf Roni mengeluarkan kesaksian yang memuat lebih dari 23 kesalahan, antara lain:
1. Mengaku asli Palembang dengan nama lengkap Kemas Abubakar Masyhur Jusuf Roni, asli kelahiran Palembang 6 Desember 1946. Kakeknya bernama Kemas A. Roni, tokoh Islam terkenal di Palembang. Silsilah lengkapnya, Kemas Abubakar Masyhur Jusuf Roni bin Kemas M. Toha Roni bin Kemas A. Roni bin Kemas Nanang Abdul Halim bin Kemas Haji Abdul Rachman bin Kemas Haji Abbas bin Kemas Abang bin Kemas Amijoko bin Demang Singojudo Wirokencono bin Daeng Ario Wongso bin Tumenggung Nogowongso bin Pangeran Fatahillah dan seterusnya.
2. Sebelum pindah agama dari Islam ke Kristen (murtad), Yusuf Roni mengaku sebagai aktivis pergerakan Islam dengan banyak jabatan, antara lain: Ketua Umum Serikat Pelajar Muslimin Indonesia (SEPMI) Kabupaten Bandung; Ketua I SEPMI wilayah Jawa Barat, Ketua Lembaga Dakwah SEPMI Pusat; Ketua Seksi Pendidikan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) Bandung; Anggota Gerakan Ulama Syarikat Islam Indonesia (GUSII) Wilayah Jawa Barat; Ketua Seksi Dakwah dan Pers Pemuda Muslimin Indonesia Wilayah Jawa Barat; Anggota Dewan Pimpinan Harian Daerah (DPHD) Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI) konsulat Jawa Barat; Pernah jadi juri M.T.Q. tingkat Nasional; Pernah dididik di pesantren sampai aliyah, IKIP dan Universitas Islam Nusantara; bahkan pernah menjadi Wakil Sekretaris Jendral Organisasi Islam Sedunia.
Kesaksian Yusuf Roni itu berbuntut panjang, yang berakhir dengan memalukan. Karena semua kesaksiannya dusta dengan beberapa bukti:
1. Surat Kepala Kantor Direktorat Jendral Bina Tuna Warga Bandung menyatakan bahwa Yusuf Roni sudah dua kali meringkuk dalam penjara Banceuy, Bandung dalam kasus tindak pidana. Surat No. P.R.II.L.L./D.P./2383/79 tertanggal 22 Mei 1979. Jadi, Jusuf Roni adalah seorang recidivist.
2. Surat Keterangan dari Pusat Administrasi Akademi IKIP Bandung yang menyatakan bahwa Yusuf Roni tidak pernah tercatat sebagai mahasiswa IKIP Bandung. Surat No. 259 P.T.25 R.II 4/0/1979 tertanggal 22 Mei 1979.
3. Surat Rektor Universitas Islam Nusantara Bandung yang menyatakan bahwa Terdakwa Yusuf Roni belum pernah tercatat sebagai mahasiswa UIN Bandung. Surat No. 78/R-UIN/D/V91979 tertanggal 2 September 1979.
4. Berdasarkan saksi-saksi dari Palembang, Yusuf Roni bukan asli Palembang, melainkan berdarah campuran asing. Nama aslinya adalah Yusuf. Ia lahir hasil dari persetubuan Ibunya yang asli Palembang dengan Mr. Fujita, tentara Jepang yang menduduki lapangan terbang Palembang. Karena Fujita tidak mengakui dia sebagai anaknya, maka Yusuf memakai ‘Roni’ di belakang namanya dari bapak angkatnya, Ki Agus H. Abdul Roni (wafat tahun 1984) yang dikenal dengan panggilan H. Totong.
5. Mustahil menjadi juri MTQ, ketua lembaga dakwah, wakil sekjen Organisasi Islam Sedunia, karena Jusuf Roni ternyata tidak bisa baca Al-Qur’an, tidak tahu tata cara dan doa-doa shalat, bahkan tidak hafal surat al-Fatihah.
Akhirnya, pada tanggal 19 Juli 1979 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan hukuman 6 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana subversi sebagaimana yang di atur dalam pasal 1 (1) ke 1 sub c. Undang-undang No. 11/PNPS/1963.

3. Pendeta R.Muhammad Nurdin: pura-pura Islam untuk memurtadkan umat Islam
Menurut kabar yang beredar di kalangan jemaat Kristiani, Pendeta Muhammad Nurdin adalah mantan kiai putra Betawi keturunan Demak. Maka tak heran bila sang murtadin Putra Kerajaan Demak yang kesekian ini dipercaya sebagai ‘Pendeta Pakar Islamologi’ yang disanjung dan dipuja bak pahlawan pembela iman di kalangan jemaat.
Dengan julukan yang disandangnya itu, sang murtadin Demak menduduki jabatan strategis di Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI) Rawamangun, Jakarta Timur sebagai wakil Gembala Gereja. Aktivitas lainnya, sebagai dosen islamologi di Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Jakarta.
Sejak tahun 1980, pendeta murtadin ini aktif menulis buku-buku yang judul dan perwajahannya bercirikan Islam, lengkap dengan kaligrafi khat Arab di sampul depan dan kutipan ayat-ayat Al-Qur’an yang dicomot serampangan semau guenya sendiri. Sampai saat ini, puluhan buku tersebut sudah mencapai ratusan ribu yang sudah cetak laku. Targetnya, buku tulisannya dicetak minimal 200 juta eksemplar (sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia), agar setiap penduduk Indonesia memiliki buku tulisan Pendeta Nurdin.
Meskipun pada semua bukunya berlabel “Untuk Kalangan Sendiri”, tapi ini sekedar basa-basi saja. Karena Tim FAKTA sempat menemukan buku tersebut dijual bebas di kaki lima kawasan Senen, Jakarta Pusat. Menurut pengakuannnya sendiri ketika wawancara dengan sebuah tabloid Kristen ibu kota, label itu hanya sekedar basa-basi saja.
“Jadi, buku tersebut bukan untuk kalangan sendiri. Tapi, saya tulis ‘Untuk Kalangan Sendiri’ untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (tabloid Jemaat Indonesia, 10 Juni 2001).
Maka Pendeta Muhammad Nurdin menghimbau agar umat Kristen turut membantu pengedaran buku-buku yang ditulisnya kepada kaum muslimin. Metode Pewartaan Kristen melalui buku-buku pemurtadan berwajah Islam itu dilakukannya mengikuti jejak Paulus. Menghadapi orang Yahudi, harus seperti Yahudi. Menghadapi kaum muslimin, harus seperti orang Islam. Maka untuk menjala akidah umat Islam harus memakai Al-Qur’an, supaya orang Islam tidak marah. Sesuai dengan kata Paulus dalam Alkitab (Bibel):
“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat” (I Korintus 9: 20).
Sesuai dengan ayat tersebut, maka dia menerbitkan buku-buku berkulit Islam, antara lain: Keselamatan di dalam Islam, Ayat-ayat Penting di dalam Islam, As-Shodiqul Masduq (Kebenaran Yang Benar), As-Sirrullahil-Akbar (Rahasia Allah Yang Paling Besar), Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, Telah Kutemukan Rahasia Allah Yang Paling Besar, Ya Allah Ya Ruhul Qudus, Aku Selamat Dunia dan Akhirat, Wahyu Tentang Neraka, Wahyu Keselamatan Allah, dan lain-lain.
Di samping itu, Pendeta Muhammad Nurdin juga menerbitkan hiasan kaligrafi dan kalender tulisan Arab yang berisikan ayat-ayat Injil tentang ketuhanan Yesus. Targetnya, bila kaum muslimin awam tidak mengerti bahasa Arab akan memajang hiasan ayat-ayat Bibel tentang ketuhanan Yesus di rumah-rumah karena terkecoh.
Penasaran dengan model penyiaran agama oleh Pendeta Nurdin, suatu kali dia diundang Tim FAKTA untuk berdiskusi seputar pelayanan Kristianinya. Datanglah Nurdin ke kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Ghurabaa Rawamangun. Di sana, berhadapan langsung dengan ustadz Abujamin Roham, ustadz Ramly Nawai dan beberapa pengurus FAKTA lainnya. Acara dialog berlangsung dari pukul 09.30 sampai 12.10.
Ditanyakan kepadanya, “Dalam buku “Keselamatan Di Dalam Islam” halaman 24, Anda menulis bahwa sewaktu menikah dengan Siti Khadijah, Nabi Muhammad memberikan mahar berupa sebuah Alkitab (Bibel). Kemudian dalam acara pemberkatan nikah, beliau diberkati oleh seorang pendeta Kristen. Darimana Bapak menemukan dalil ayat dan buku sejarah seperti itu?”
“Dari Al-Qur’an“, jawab Nurdin mantap. Spontan, ustadz Abujamin menyodorkan Al-Qur’an dalam tulisan Arab kepada Nurdin seraya berkata tak kalah lantang, “Ini Al-Qur’an, tunjukkan mana ayatnya, dan tolong bacakan!”. Kontan Nurdin menjawab, “Oh, bukan yang ini Al-Qur’annya, tapi Al-Qur’an yang lain”. Ketika diminta membaca sepotong ayat, Pendeta Nurdin tidak mau membacanya. Ternyata Pendeta yang mengaku ahli Islamologi putra kerajaan Demak itu tidak bisa membaca huruf Hijaiyah.
Rupaya, Al-Qur’an yang dimaksud adalah Muqaddimah Terjemah Al-Qur’an terbitan Departemen Agama. Maka Al-Qur’an Depag pun diberikan kepadanya. Si Nurdin pun sibuk membolak-balik kitab yang dimaksud. Sampai keringatan, tak ketemu juga kalimat bahwa Rasulullah memberikan mahar sebuah Alkitab (Bibel) kepada Siti Khadijah.
Terbukti, bahwa pendapat itu adalah akal-akalannya Pendeta Nurdin atas dasar teori kemungkinan belaka. Tanpa landasan ilmiah. Jadi, tuduhan Pendeta R.M. Nurdin adalah kebohongan. Dia telah membohongi jemaat Kristen bahwa dirinya adalah pakar Islamologi. Padahal ilmunya tak lebih tinggi dari anak TPA.

4. Pdt. Akmal Sani: Ujung tombak pemurtadan orang Minang

Secara historis, Minangkabau tidak bisa dipisahkan dari postulat adat yang sudah ada sejak dahulu kala: “Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah” (Tradisi bersendikan Syariat, Syariat bersendikan Kitabullah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul).
Tetapi, kini Ranah Minang itu dirambah Gerakan Kristenisasi. Dengan dipelopori oleh murtadnya Akmal Sani, putera daerah asli asal Pangkalan Koto Baru, Payakumbuh, yang kini menjadi pendeta di ibu kota. Untuk memuluskan program pemurtadan di Ranah Minang, dibentuklah Persekutuan Kristen Sumatera Barat (PKSB) yang disuport dengan Kitab Injil Bahaso Minang yang pertama kali diterbitkan tahun 1996.
Sebagai pendeta, aktifitas Akmal Sani cukup padat dalam acara kesaksian dan sebagai pengajar (dosen) Islamologi diberbagai gereja dan kampus (School of Ministry di Bethany, dll.).
Peranan murtadin Pendeta Akmal Sani sangat besar dalam merombak Ranah Minang “Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah” menjadi kawasan “Adat dan Syarak basandi Yesus dan Injil”. Dia adalah alat propaganda sekaligus profil teladan di kalangan murtadin urang awak. Terbukti, kaset ceramah kesaksian Pendeta Akmal Sani yang menyelewengkan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an beredar luas hampir ke seluruh nusantara. Dalam ceramahnya, Pendeta Akmal Sani mengaku bahwa sebelum jadi pendeta, dulunya dia adalah orang Islam yang memahami ajaran Islam secara mendalam, bukan Islam KTP. Lalu dia kisahkan bahwa dia meyakini ketuhanan Isa Almasih (Yesus) setelah mengkaji Al Qur’an dengan teliti.
Padahal, bila dicermati ceramah pendeta murtadin itu pun jelas menunjukkan keawaman dan kedangkalan ilmunya. Misalnya, dalam membaca ayat-ayat Al Qur’an yang dibawakannya, selalu saja terdapat kesalahan yang fatal, baik tajwidnya, syakalnya maupun hafalannya, banyak kalimat yang terlewatkan. Dari bacaan yang belepotan seperti itu, tidak layak untuk disebut pakar dalam agama Islam. Bahkan, bisa jadi tidak lulus metode Iqro kalau belajar di TPA.

5. Ev. dr. Suradi ben Abraham: Kristenisasi berkedok Islam ke jantung umat Islam.
Boleh dikata, direktur Yayasan Christian Centre Nehemia Jakarta ini adalah “provokator iman” biang konflik Kristen dan Islam. Segala aktifitasnya selalu membuahkan getar-getar yang meretakkan kedamaian dalam kehidupan antaragama. Sudah tak terbilang lagi berapa juta copy majalah Gema Nehemia, kaset, buku, kaset dan brosur-brosur pemurtadan berkedok Islam yang disebarkan ke kalangan umat Islam, di seluruh nusantara melalui STT-STT yang tergabung dalam jaringannya.
Dalam buku “Penginjilan Pribadi” dan dalam kaset-kaset ceramahnya, Suradi menghina Islam dengan tuduhan bahwa Tuhannya umat Islam adalah batu hitam yang menempel di dinding Ka’bah di Mekkah; wahyu Al-Qur’an yang diterima Nabi Muhamad adalah suara setan; Al-Qur’an itu bukanlah ayat suci karena ayat-ayatnya bertentangan; Muhammad belum selamat; dan masih banyak lagi.
Karena Suradi masih bebas berkeliaran menanamkan bibit-bibit permusuhan bernuansa SARA tanpa tersentuh oleh tangan aparat penegak hukum, maka umat mengambil tindakan preventif guna mencegah meluasnya konflik antaragama Kristen dan Islam akibat ulah seorang Suradi.
Dengan dukungan umat, pada tanggal 25 Februari 2001 Forum Ulama Ummat Islam (FUUI) mengeluarkan Fatwa untuk menghentikan gerakan Suradi dan orang-orang yang semisal. Isinya fatwa ada dua poin. Pertama, berdasarkan syariat Islam, mereka yang menghina Islam seperti Suradi dan Poernama Winangun wajib dihukum mati. Kedua, sebagai tindak lanjutnya, FUU meminta pemerintah mengambil tindakan hukum guna menghindarkan umat Islam menempuh cara sendiri.
Fatwa itu bisa dimaklumi dan agaknya sangat ringan jika dibandingkan dengan penghujatan yang dilakukan terhadap Islam. Beberapa brosur Kristenisasi berkedok Islam yang disebarkan secara cuma-cuma ke kalangan Islam antara lain:
1. Brosur Dakwah Ukhuwah, 3 judul antara lain: “Rahasia Jalan Ke Sorga”, “Membina Kerukunan Umat Beragama”, dan “The Secret Path To Heaven”.
2. Brosur Shirathal Mustaqim, 4 judul antara lain: “Keselamatan”, “Siapakah Yang Bernama Allah”, “Stop”, dan “Injil Barnabas”.
3. Brosur Al-Barokah dengan 2 judul, antara lain: “Dajjal & Kiamat” dan “Allahu Akbar Maulid Isa Almasih”.

6. Drs. H. Amos Poernama Winangun:
Tak kalah jahat dengan Suradi, sahabat dekatnya, penginjil murtadin Aktifis Christian Centre Nehemia Jakarta ini aktif ceramah kesaksian dan khotbah di gereja-gereja dengan materi pelecehan terhadap ajaran Islam.
Di samping itu, dia juga menulis 5 judul buku yang menghujat ajaran Islam, antara lain: “Upacara Ibadah Haji”, “Ayat-ayat Al-Qur’an Yang Menyelamatkan”, “Isa Alaihis Salam Dalam Pandangan Islam”, “Siapakah Yang Bernama Allah” dan “Riwayat Singkat Pusaka Peninggalan Nabi Muhammad saw.”.
Semua bukunya bercirikan sama, yaitu berkulit Islam dan penuh dengan kutipan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang dipotong-potong dan diacak-acak penafsirannya untuk melunturkan akidah umat Islam.
Beberapa penghinaan dalam buku tulisan Poernama Winangun antara lain: Allahnya umat Islam adalah sebuah batu, Nabi Muhammad pernah memperkosa seorang gadis; umat Islam memberhalakan Ka’bah, Muhammad nabi khusus untuk bangsa Arab, umat Islam mencuri dan korupsi untuk ibadah haji, dan lain sebagainya.

7. Pdt. M. Matheus,
Karena mengaku sebagai mantan kiyai lulusan pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, maka namanya melejit di jajaran tokoh gereja yang aktif di dunia pemurtadan berkedok Islam. Jabatan terakhir pendeta murtadin ini adalah dosen Pusat Latihan Penginjilan Yayasan Christian Centre Nehemia Jakarta.
Buku yang ditulisnya adalah ‘Kebenaran Firman Allah’. Buku pengangan penginjil ini berisikan tentang trik-trik dialog agama dengan memakai alat Al-Qur’an dan Hadits untuk menggoyang akidah umat Islam untuk ditarik kepada agama Kristen.

8. Evangelis Jansen Litik: Lunturkan keyakinan umat bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah
Dosen Pusat Latihan Penginjilan Yayasan Christian Centre Nehemia Jakarta ini sangat produktif menyerang akidah umat. Dalam hal menulis buku-buku provokasi akidah, Jansen Litik adalah jagonya. Beberapa judul buku tulisannya antara lain: “Apakah Al-Qur’an Benar-benar Wahyu Allah?, Lima Alasan Pokok Tentang Isi Al-Qur’an Yang Menyebabkan Kami Murtad Meninggalkan Islam dan Beralih Menjadi Kristen”, Seorang Gadis Mempertahankan Kristennya, dll.
Semua tulisannya dikemas dalam bahasa ‘bombardir’ yang khas penuh tuduhan-tuduhan emosional. Semua memperlihatkan begitu besarnya sentimen agama dan kebenciannya yang menyala-nyala terhadap Islam. Beberapa tuduhan dalam bukunya, antara lain:
– Tuhan yang disembah oleh umat Islam itu seperti dewa kroco yang kacau, buta sejarah, tidak maha tahu, tidak adil, tidak konsisten dan tidak percaya diri,
– Al-Qur’an adalah bukan kitab suci Wahyu Allah, karena banyak terdapat kontradiksi ayat di dalamnya,
– Al-Qur’an tidak akurat karena banyak kesalahan-kesalahan nama, data dan sejarah di dalamnya,
– Tidak ada jaminan keselamatan bila mengikuti Muhammad dan mentaati Al-Qur’an,
– Syariat Islam itu tidak adil, kejam dan ketinggalan zaman (out date), dan masih banyak lagi.

9. Ev. Nonot Christina Fatimah,
Penginjil wanita ini aktif menulis, mengajar dan ceramah kesaksian di gereja-gereja dengan materi Islamologi sesat menyerang akidah Islam. Buku diktat yang ditulisnya adalah metode Pemurtadan kepada kaum muslimin dengan judul “Kebenaran Al-Qur’an”. Judulnya bagus, tapi isinya sangat jahat penuh dengan onak dan duri pemurtadan umat.
Jemaat gereja di Pasir Koja, Bandung, mengenal Ev. Christina Fatimah sebagai pakar Islamologi alumnus sebuah pesantren yang telah bertobat dari Islam dan sudah tiga kali menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Ibadah haji yang ketiga tahun 1991 dari Cirebon melalui ONH Plus, sedangkan 2 kali ibadah haji sebelumnya hanya ONH biasa.
Di hadapan jemaat Gereja Bethel Bandung, penginjil yang akrab dengan panggilan Bu Kristin ini mengaku dijamah oleh Yesus ketika menunaikan ibadah haji yang ketiga. Pengakuannya, pada saat itu dia menyaksikan Yesus terbang di awang-awang tepat di atas Ka’bah memanggilnya untuk menjadi muridnya.
Ternyata, semua pengakuan dan popularitas penginjil Christina Fatimah itu bohong semuanya. Tidak ada yang benar sama sekali.
Ketika diwawancarai oleh Sdr. Tatang, wartawan koran Pikiran Rakyat Bandung, Christina Fatimah mengatakan bahwa Hajar Aswad itu ada di dalam Ka’bah. Ini menunjukkan bahwa penginjil janda wanita ini tidak pernah menunaikan ibadah haji, karena tidak tahu di mana posisi Hajar Aswad.
Kebohongan penginjil Christina Fatimah itu diperkuat dengan keterangan Bpk. Sumarsono mantan suami Christina Fatimah dalam wawancara dengan Tim FAKTA berikut:
1. Nama asli Bu Kristin ketika di kampung adalah Sutini, biasa dipanggil Bu Nonot. Ayahnya bernama Abdullah (asal dari Sindang Laut, Cirebon), sedangkan ibunya bernama Sukini (asal dari Kuningan, Jawa Barat). Saudara kandungnya bernama Suparman (Upa), meninggal ketika terjadi kecelakaan lalu lintas.
2. Pengakuan bahwa Bu Kristin pernah belajar di pesantren adalah dusta. Dia tidak pernah belajar di pesantren. Maka tidak heran bila wawasan Islamnya juga sangat dangkal. Bahkan selama berumah tangga, dia tidak pernah (tidak bisa?) shalat sama sekali.
3. Pengakuan bahwa tahun 1991 Bu Kristin menunaikan Ibadah haji yang ketiga dari Cirebon melalui ONH Plus adalah kebohongan. Yang benar, tahun itu Bu Kristin menjadi TKW di Singapura.
4. Ketika pindah ke Jakarta, namanya diganti menjadi Tin Rustini, supaya tidak terkesan kampungan, bahkan mengaku sebagai saudaranya Titiek Puspa bila untuk memikat perhatian para pemuda kepadanya.
5. Ketika masalah rumah tangga dengan Bpk. Sumarsono tidak terselesaikan dan berujung kepada perceraian, dia murtad menjadi Kristen dan mulai aktif di dunia pelayanan melalui ceramah-ceramah kesaksian di gereja-gereja.
6. Supaya menjadi bonafide di dunia ceramah kesaksian, maka namanya diubah menjadi Hj. Christina Fatimah. (Hasil wawancara langsung Tim FAKTA dengan Bpk. Sumarsono di Bekasi, Sabtu tanggal 1 November 1997 pukul 17.00 WIB).
Ternyata, popularitas penginjil Christina Fatimah yang ditopang oleh dusta dan kebohongan di gereja itu bukan satu hal yang aneh bila yang diamalkan adalah ayat Alkitab (Bibel) berikut:
“Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3:7).

10. David Eran: pelopor kursus gratis pemurtadan
Dengan memakai nama Yayasan Suara Al-Alim yang beralamatkan di Kanada, David Eran mengadakan kursus perbandingan agama via surat (koresponden) secara cuma-cuma (gratis) kepada masyarakat Indonesia. Pesertanya tidak pandang bulu, baik Islam maupun Kristen dan agama lainnya boleh mengikuti kursus gratis ini. Bagi yang berprestasi, akan mendapat dapat hadiah Alkitab (Bibel).
Materi yang diajarkan meliputi kajian Al-Qur’an dan Hadits yang diramu dan dicocok-cocokkan dengan ayat-ayat Alkitab (Bibel) untuk mendukung kesimpulan yang sama dengan doktrin Kristen bahwa Nabi Isa (Yesus) adalah Tuhan dan Juruselamat penebus dosa manusia.

11. Dr. Robert Paul Walean: aktivis pemurtadan Advent
Jemaat Advent yang juga direktur Last Event Duty Institute (LEDI), aktif keluar-masuk lembaga-lembaga Islam untuk berdialog seputar Islam dan Kristen dalam perbandingan Al-Qur’an dan Alkitab (Bibel).
Biasanya, seusai dialog dia hadiahkan buku-buku yang ditulisnya, antara lain: “Kebenaran yang Terungkap Dari Al Quran, Siapakah Sebenarnya Isa Itu?”, “Benarkah Alkitab dan Al Quran Masih Dapat Dipercaya?”, “Benarkah Alkitab Firman Allah”, “Persatuan Umat Islam dan Kristen Yang Hakiki”, dll.
Perkembangan Gerakan Kristen yang marak di nusantara itu adalah fakta-fakta yang tak terbantahkan bahwa kaum missionaris internasional dan nasional sangat intensif ‘mengeroyok akidah’ umat Islam di Indonesia. Mereka memandang Indonesia dengan mayoritas Islam terbesar di dunia sebagai ancaman serius bagi dunia Kristen apabila dibiarkan berkembang menjadi negara besar yang menguasai dunia.
Hal ini senada dengan pengakuan teolog Belanda, Dr. H. Berkhof, dalam bukunya “Sejarah Gereja” yang menyebut Indonesia sebagai daerah pekabaran Injil yang diberkati Tuhan:
“Boleh kita simpulkan bahwa Indonesia adalah suatu daerah pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit firman Tuhan. Jumlah orang kristen Protestan sudah 13 juta lebih, Akan tetapi jangan kita lupa ... ditengah-tengah 150 juta penduduk !
Jadi tugas sending gereja-gereja muda dibenua ini masih amat luas dan berat. Bukan saja sisa kaum kafir yang tidak seberapa banyak itu, yang perlu mendengar kabar kesukaan, tetapi juga Kaum muslimin yang besar yang merupakan benteng agama yang sukar sekali dikalahkan oleh pahlawan-pahlawan injil. Apalagi bukan saja rakyat jelata, lapisan bawah yang harus ditaklukkan untuk Kristus, tetapi juga dan terutama para pemimpin masyarakat, kaum cendikiawan, golongan atas dan tengah” (Dr. H.Berkhof, Sejarah Gereja, penyadur: Dr. I.H. Enklaar, BPK Gunung Mulia Jakarta, cet. ke-13, 1996 hal. 321).
Pandangan ini sejalan dengan kepentingan politik mereka atas Indonesia yang memiliki kedudukan geografis strategis dan sumber daya alam ( SDA ) yang kaya dalam Percaturan Politik ekonomi dan militer dikawasan Asia – Pasifik.
Setelah membaca daftar arogansi ‘Gerakan Pemurtadan Berkedok Islam’ yang sedang marak di nusantara, maka kami menyambut positif terhadap upaya Sdr. Molyadi Samuel yang terpanggil untuk menyusun buku “Dokumen Pemalsuan Alkitab (Bibel)” ini. Tujuan awalnya, buku ini ditulis dalam rangka menjawab salah satu gugatan para missionaris salibis terhadap Al-Qur’an.
Dalam buku ini dipaparkan dengan jelas dan obyektif sesuai dengan pengakuan para teolog Kristen sendiri, bahwa Alkitab (Bibel) yang dipropagandakan dengan menghalalkan segala cara itu adalah kitab yang keotentikannya sangat diragukan.
Kepada para pecinta kebenaran, alangkah baiknya jika memiliki dan membaca buku ini dengan hati tulus dan ikhlas, supaya bisa memisahkan kebenaran dari kebatilan. Supaya dapat mengetahui bahwa kitab yang palsu itu adalah benar-benar palsu dan batil.
Bagi para aktivis dakwah dan kaum muslimin pada umumnya, buku ini sangat bermanfaat antara lain:
1. Menambah kemantapan iman karena buku ini membuktikan kebenaran firman Allah Swt. dalam surat al-Baqarah 79 dan Ali Imran 71 bahwa kitab suci sebelum Al-Qur’an sudah tidak asli seratus persen karena telah bercampur -baur antara kebenaran (al-haqq) dan kebatilan (al-bathil).
2. Bisa menjadi senjata dalam mematahkan argumentasi para missionaris (penginjil) yang datang ke rumah-rumah menyebarkan Injil dan menuduh bahwa Al-Qur’an bukan firman Allah Swt.
3. Menjadi bahan dialog yang baik dengan Ahli Kitab dalam arena tukar fikiran seputar kebenaran kitab ilahi.
Untuk itulah maka kaum muslimin dan para pecinta kebenaran dianjurkan untuk mengoleksi dan membaca buku ini. Wallahu musta’an.
(Dikutip dari Kata Sambutan buku “Dokumen Pemalsuan Alkitab, Menyambut Kristenisasi Berwajah Islam” karya Molyadi Samuel AM., Victory Press Surabaya, Cetakan I, Desember 2002, hlm. Xv-xxxiii).